Thursday, October 9, 2008

Apa Sih Subprime Mortgage Itu?

Ini definisi dari wikipedia.

Versi gue, kita bahas setiap katanya:

Yang gampang dulu: Mortgage

Artinya kredit yang didapat dengan menjaminkan sebuah properti.

Bisa berupa KPR atau KPA - Kredit Pemilikan Rumah/Kredit Pemilikan Apartemen (beli rumah dengan kredit dari bank, jaminannya ya rumah/apartemen yang kita beli. Kalau sampai gagal bayar properti diambil alih oleh bank untuk menutup kerugiannya)

Bisa juga properti yg sudah kita miliki sekarang (rumah/apartemen/tanah) dijaminkan kembali untuk mendapat kredit dari bank, misalnya untuk memulai usaha.

Subprime arti harafiahnya di bawah prima. Prima di sini maksudnya yg memenuhi standard tertentu. Jadi sebenarnya subprime di sini merefer pada produk kredit yang (nasabahnya) di bawah standard tertentu.

Apa standardnya? Di US, sejarah kredit semua orang dicatat. Baik itu bayar tagihan telepon, listrik, air, kredit beli kendaraan, rumah, kartu kredit, dll. Catatan ini di-summary kan menjadi sebuah credit score. Satu angka yang bener2 bisa membuat hidup loe makin mudah atau makin susah. Semakin tinggi score kita, berarti kita semakin bisa dipercaya untuk membayar semua tagihan kita (credit-worthy). Karena sejarah kita menunjukkan bahwa kita rajin bayar dan jarang telat.
Note: Sebenarnya ada faktor2 lain juga seperti sudah berapa banyak kredit yg kita punya, dll. Tapi yg paling penting adalah sejarah kita bayar hutang kita yg dulu2

Sistem credit score ini bukan cuma ada di US, negara dengan infrastruktur perbankan yang sudah bagus juga pakai semua. Di negara tetangga Singapura & Thailand udah pakai. Sejak 4 tahun lalu BI sudah memulai proyek untuk membuat credit score versi Indonesia, tapi sampai sekarang masih belum kedengeran lagi beritanya gimana.

Ada score minimum tertentu yg dianggap layak dikasih kredit. Biasanya kalau orang punya score di bawah minimum akan ditolak permohonan kreditnya karena dianggap terlalu beresiko.

Nah sejak pertengahan '90an, banyak bank/kreditur lain yang 'berani' ngasih kredit ke orang2 yg 'di bawah standard' ini. Kenapa mereka berani? Karena walaupun resikonya tinggi, bukan berarti mereka pasti nggak akan bayar hutang. Resiko tinggi artinya kemungkinannya besar bahwa mereka akan 'ngemplang', tapi dari 100 orang mungkin masih ada 50 yg bayar. Artinya selama bank bisa menjaga resikonya, kredit seperti ini masih bisa menguntungkan.

Gimana caranya bisa untung? Dunia perbankan selalu meng-offset resiko kehilangan uang dengan harga (bunga) yg di-charge ke customernya. Semakin tinggi resiko, semakin tinggi bunga yg dikenakan. Sebenernya berlaku terbalik juga. Untuk kredit yg sangat 'prime', bunganya bisa sangat rendah.

Jadi kalau dirangkum dalam satu kalimat, 'subprime mortgage' artinya 'kredit dengan jaminan properti yang di bawah standard'

Gimana subprime mortgage ini memicu krisis keuangan di Amerika dan dunia? Next post ya

Kenapa Subprime Mortgage Bisa Bikin Krisis Separah Ini?

Beberapa hari lalu nemu satu chart yg bagus banget menjelaskan tentang alur transaksi dari subprime mortgage sampai bisa menghancurkan ekonomi Amerika:
Gue nggak akan mengambil kredit dari yang bikin ini. Gue nemu ini di blog Infectious Greed yang gue langganan RSS-nya.

Dia juga ngambil dari blog lain: The Deal

Silahkan baca sendiri dulu di kedua blog itu ya. Gue akan coba menjelaskan satu persatu nantinya. Yang pasti struktur transaksi ini emang gila sih, dan kalau memakai prinsip ekonomi syariah sebenarnya banyak yang nggak boleh. Dibahas juga di Infectious Greed post yg ini


Thursday, March 27, 2008

Credit Cards (in general, no specific brand)

Kartu Kredit laksana [......] - choose to insert: air/api/anjing rottweiler/etc. -

Kartu Kredit bisa jadi teman terbaik waktu belanja atau jadi musuh terbesar yang menghancurkan hidup orang. Gue
memilih untuk menjadikan kartu kredit sebagai teman terbaik. Tanya ada berapa kartu kredit di dompet gue? Jawabannya ada 5. Kalau dibandingin dengan rata2 jumlah kartu yang dimiliki oleh customer Indonesia, ini sangat jauh dari rata2. Data terakhir yg gue pernah lihat (sekitar 6 bulan lalu) bilang, setiap pemegang kartu memiliki rata-rata 1.7 kartu kredit. Ada yang nanya gimana bisa pake koma? Angka ini didapat dari jumlah kartu kredit yang beredar di seluruh Indonesia dibagi dengan jumlah orang yang punya kartu kredit. Misalnya, saya dan istri (2 orang) punya total 9 kartu kredit. Jadi masing2 punya berapa? Matematika kelas 4 SD: 9 dibagi 2 sama dengan... 4.5! Get it?
Disclaimer: angka 1.7 ini mungkin aja udah berubah lho ya, gue udah nggak punya akses baca report dari Visa/MasterCard/BI ttg kartu kredit lagi, jadi kalo angkanya udah bukan 1.7 jangan ngomelin gue. I'll try to research more di websitenya BI deh... kalo ada


I digress a bit with the statistics, sorry.. The point I was trying to make is, gue berteman sangat baik dengan kartu2 kredit gue, padahal gue adalah pemegang kartu kredit di atas rata2 Indonesia. Sepintas orang akan langsung menuduh gue sebagai tukang ngutang di mana2. Apa aja sih 5 kartu gue itu? 2 adalah kartu dari bank tempat gue sekarang bekerja, 1 atas nama pribadi dan 1 corporate card yang dibayarin kantor - dipakai untuk keperluan office expenses (traktir tamu, klien, bayar hotel kalau lagi business travel, dll). 1 kartu dari bank tempat gue dulu bekerja, sebagai kenang2an perpisahan (sebenernya gue minta paksa sih..), kartu yang ini cocok dipakai belanja dan makan di resto2 karena suka ada deal diskon2. 1 kartu lagi dari penerbit terbesar di Indonesia, yang ini gue pake sebagai benchmark dalam hal pelayanan, fitur, cara marketing, dll dll karena mereka yang terbesar. 1 kartu lagi khusus dipake cuma untuk dapet diskon ngopi di gerai tertentu. Yang ini biasanya isi tagihannya itu2 lagi, transaksinya kecil2 tapi total bulanannya lumayan, buat tau juga seberapa besar sih pengeluaran gue untuk ngopi yang rasanya mungkin cuma sekian sekali datang.

Kenapa gue bisa berteman sangat baik dengan kartu2 kredit gue yang banyak itu? Padahal bahaya banget lho kalau nggak tahan godaan dan pakai full semua limitnya, gaji gue 3 bulan akan habis cuma bayar hutang kartu. Gue bisa berteman karena gue bisa merasakan semua keuntungan yang ditawarin, tetapi gue selalu disiplin bayar full jumlah tagihannya. Jadi gue dapet diskon2nya, tapi nggak usah bayar bunganya. Ini adalah keuntungan besar punya kartu kredit: bisa belanja duluan bayar belakangan, dan bisa bebas bunga kalau tagihannya dibayar full (perhatikan, bukan minimum payment, tapi seluruh total tagihan). Dengan total limit yang lumayan besar, bisa jadi backup gue kalau perlu transaksi besar tapi nggak pegang cash. Contohnya, istri gue pernah masuk RS, kita cek in jam 1 malam ke ICU, dan gue harus daftar2 dan kasih jaminan lumayan besar. Jam 1 malam mau jalan ke ATM ngambil uang sementara istri lagi diperiksa di ICU? Ngapain juga kalau bisa gesek kartu kredit? Jadi proses daftar2 gue itu cuma perlu 15 menit dan gue bisa lari balik ke ICU.

Terus apa point minusnya kartu kredit dari kacamata customer? Of course kalau nggak bisa bayar full akan kena bunga. Bunga yang sekarang dikenakan untuk kartu kredit berkisar antara 30%-45% per tahun, di charge bulanan. Tapi setahu gue cuma 1-2 bank yang punya bunga rendah 30-35%. Dan gue nggak pengen punya kartu mereka karena programnya nggak menarik. Buat gue nggak penting itu kartu mau charge bunga berapa karena gue nggak akan bayar bunga, karena gue selalu bayar full berapapun tagihannya (of course harus bisa tahu kapan boleh pake kartunya dan berapa budget sebulan untuk pake kartu - self control).

Little known fact: kalau kita bayar tagihan kartu sebagian, bunga tetap akan dikenakan dari full amount yang di tagihan, bukan cuma dari sisanya. Bingung? Here it goes:

Tagihan keluar 1 Maret jumlah Rp 3 jt, minimum payment 300 ribu (10% - sesuai peraturan BI) jatuh tempo tanggal 20 Maret.
Kita bayar Rp 2 jt sebelum jatuh tempo karena kalau bayar full 3 juta bisa nggak makan bulan ini, berarti sisa balance 1 jt.
Kita akan kena bunga yg 30-45% itu dihitung dari 3 juta, bukan 1 juta, mengagetkan? Harusnya nggak, karena di buku Syarat & Ketentuan yang dikirim bersama kartunya dan bikin tebel amplopnya, harusnya hal ini sudah dijelaskan sangat detail. Tapi siapa sih yg iseng baca2 buku gituan? Mending langsung aktifin kartunya dan pake shopping, betul? Hal ini wajib ada di S&K karena diwajibkan oleh Peraturan BI. Pengalaman pribadi waktu Peraturan ini baru keluar tahun 2005, gue ikut ribet harus review S&K satu persatu, what a boring job ya hehehe... BTW, kalau ada yang merasa hal ini nggak dijelaskan di S&K kartunya, kirim email ke tukangkreditonline@gmail.com dan gue akan bantu cek, kalau beneran nggak ada kita bisa complain berat ke penerbit itu.
Another Disclaimer: cara ngitung bunga nggak sesimple bunga bulanan dikali jumlah tagihan, tapi dihitung per hari dari kapan transaksinya dilakukan, per satu transaksi. Jadi kalo mau disuruh ngitung sendiri manual, good luck aja.. Nanya sama CS untuk ngitungin juga sama aja, sebenernya sih hak customer, tapi apa tega si CS disuruh ngitung satu persatu? Jadi gue sih percaya aja lah sama teknologi dan sistemnya penerbit. Makanya jangan lunas bayarnya, biar nggak usah ngitung bunga!!

Gue sih nggak ngelihat ada kerugian apa2 lagi dari pake kartu kredit selain bunganya yang super tinggi. Ada yang bilang, bisa bikin jadi konsumtif bla bla bla. Menurut gue itu bukan salah si kartu kreditnya, itu salah loe sendiri kenapa nggak punya self-control? Apa harus dibantu terus mengontrol diri sendiri? Jadi anak kecil terus? Sah2 aja penerbit kartu gencar bikin program supaya kartunya dipakai, namanya bisnis ya harus cari untung, kalo nggak namanya jadi charity. Yayasan aja bisa dapet untung gede apalagi perusahaan yang dituntut untung sama pemegang sahamnya dong.

Waktu saya masih mengurus kartu kredit, BI dan YLKI pernah bikin 'bulan konsumen' di mana mereka mengumpulkan sekian banyak komplain dan memanggil seluruh penerbit kartu ke gedung BI untuk dipertemukan dengan para customer yang komplain. Mayoritas kasus komplainnya adalah perlakuan debt collector yang dianggap kasar. Gue akuin, ada collector yang bertindak di luar batas, tapi please note, ini bukan hal normal. Mereka juga punya kode etik collector yang mereka harus sign kalau mau bekerja mewakili si bank untuk menagih. Tapi namanya manusia ya pasti ada yang melanggar, karena nggak punya self-control itu tadi.

Kalau kita lihat balik, kenapa sampai harus ada debt collector yang mendatangi rumah para customer itu? Karena mereka punya tunggakan yang tidak terbayar, dan biasanya sudah lebih dari 2 bulan nggak bayar. Ingat kata agama manapun juga hutang harus dibayar, setahu gue nggak ada hukum agama yang bilang boleh nggak bayar hutang atau bayar pakai potongan KECUALI yang punya uang sudah setuju untuk tidak bayar atau hanya bayar sebagian. Malah kalau menurut agama gue, hutang diwariskan ke anak cucu dan tetap harus dibayar walau sudah meninggal (again, kecuali diampuni sama yg punya uang, make sense). Warisan ternyata bukan cuma aset aja ya.. makanya jangan keburu seneng kalo denger dapet warisan gede. Kalo hutangnya yang gede? Asik...

Back to the debt collector problem, problem ini nggak akan ada kalau si customer nggak nunggak, titik. Bayangin aja ngirim collector kan keluar ongkos, ngapain ngeluarin ongkos untuk nagih customer yg memang udah rajin bayar sendiri, bener kan? Jadi menurut gue kalau ada problem debt collector kasar, yang salah dua2nya, collector/bank yang diwakilinya dan si customer sendiri. Jangan beralasan karena perlakuan kasar terus nggak mau bayar hutangnya. What kind of attitude is that? We are responsible for our own actions! Untuk si collector yang melanggar batas, hukumannya juga harus ada, dia harus distop dan masuk blacklist supaya jera dan nggak pindah kerja jadi collector di tempat lain seenaknya. Mekanisme ini sudah dimulai oleh Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) beberapa tahun lalu dan harusnya sudah berjalan cukup baik.

Jadi, udah tahu ya untung ruginya punya kartu kredit? Inget kalau udah pake tanggung jawab bayarnya!

Terus dengan segitu banyaknya kredit macet kartu kredit kenapa bank/penerbit lain masih gencar jualan kartu kredit? Gue akan bahas di post berikut aja ya, udah ngantuk...